Direkt zum Hauptbereich

Posts

Es werden Posts vom 2020 angezeigt.

Untukmu dan untukku

  Untukmu dan untukku Dua garis persamaan linear dengan sudut algoritma yang berbeda Mencoba menemukan lintang di bujur Berlipat menjadi kuadrat dalam dua tanda kurung   Untukmu dan untukku Dua tanda baca di satu kalimat kiasan Yang satu tanda tanya Dan lainnya tanda seru selepas koma   Untukmu dan untukku Dua ketukan nada yang saling bertabrakan Berbeda notasi dengan alunan masing-masingnya Iramamu bukan untukku Dan iramaku bukan untukmu   Untukmu dan untukku Dua kutub yang tak bisa saling bertemu Bertarikan satu sama lainnya Tak saling berhadapan   Untukmu dan untukku Dua waktu yang tak tepat untuk satu sama lainnya    

Api Asmara

                                                                                            Sumber Gambar: Google Bisakah aku menyimpan api Dari ia yang tlah lama padam Kini perlahan menghangat kembali Membakar pikiran dengan panasnya Kecamku tertunduk pilu Dari bentuk kecil menjadi gejolak tak tertahankan Dan ia menghanguskan logika Lalu bagaimana aku membawa pergi jauh api yang tergenggam ini Bolehkah ia kulempar saja? Lantas padam dan tertiup angin lalu Apiku mungkin masih kan ku utuhkan hangatnya Sampai ia berada di tempat yang semestinya Hingga tak kudapati ujung panasnya lagi Ia api yang kusebut asmara Berkobar tak padam untuk sementara ini

Tanda Baca

Aku baru menyadari satu hal Setelah dari banyaknya lelah Dan waktu yang terlewati secara perlahan Dan berulang   Tanya yang selalu mengudara Bersama pikir logika tanpa ditemani rasa Menyelipkan diujung kalimatnya Sebuah tanda di akhir kata setelah koma   Ia yang kusebut tanda tanya Yang selalu mencuat Tiap aku berhenti selepas berlari Dari hari hari yang telah terjadi   Ternyata aku dapat menyimpulkannya Bahwasanya cerita tak mesti berakhiran sama Ia dapat menjadi duka atau luka Tergantung pada bagaimana kita membaca intonasi kata   Koma, titik, tanda seru, titik dua Tak selalu bersama menyanding tanda tanya Aku baru paham Akan ada banyak tanda baca yang terguratkan Di setiap halaman cerita

Kabar Dari Malam

 Bolehkah aku bercerita tentang malam Saat sore berlalu melambaikan jingga Perlahan meredup mengganti warna Kini, kemilau cahaya kota terhilat mengkilap dari balik jendela Hitam di udara Merekah merongga pada garis lintang Menyilap bola mata dan menyulap lukisan indah karna lampu kota menjadi kata-kata yang berfrasa Lalu, dingin mengetuk Memberikan salam pada siapapun yang ditemuinya Mengantar dingin dari sekedar biasanya di musim kemarau yang panjang

Mencari Arah

  Aku berjalan bersama ketidakaturan Menyusuri belukar pertanyaan Sebab dari ketidaktahuan Dan kebodohan   Manusia bertanya tentang Apa mengapa dan bagaimana Setelah rangkaian berproses Yang berujung sampai raga tak bernyawa   Hari berpacu bersama waktu Melupakan dentingan jam yang bergegas Berburu sampai ia tidak ada bekas Sampai berada pada dimensi yang tak berbatas

Senja dan Kota

  Senja dan kota menghantarkan halaman berikutnya dari lembaran yang tersisa pada buku yang belum terbaca Jingga di ujung cahaya perlahan malam sedikit melambaikan jemarinya mengayunkan angin menutup kaca jendela Secangkir kopi menemani rasa dari frasa yang melambung menjadi asa hingga mereka mengudara dan  tak menyisakan lagi rupanya

Saat Juni Pergi

Tak ada lagi yang tersisa Di penghujung juni Yang orang sebut ramai Hujan berganti menjadi kemarau   Tak ada lagi pagi yang basah Saat jendela terbuka Oleh riuhnya angin Yang menyapa kala cahaya mentari bersua   Tak ada lagi rindu Yang mengudara Menyelipkan setiap rangkanya Bersama kata   Tak ada lagi yang tersisa Hingga semuanya pergi entah kemana Tanpa melepas sambut tangan Melambai jarinya Dan tak ada lagi Apa apa

Tanya

Ada yang ingin kutanyakan seketika Sebelum aku membuka halaman yang kau maksudkan Angka lima puluh empat Dua digit yang tertera Dari puluhan angka lainnya Yang kau tuangkan di dalamnya Seluruh curahan tentang isi hati dan kepalamu Aku masih tidak mengerti Tentu bukan dengan angkanya Yang kau pilih tuk menuangkan pikirmu Tapi dengan cara tersembunyi Yang telah kau beri tahu Di awal aku membaca kutipan kata-katamu Yang kau selipkan di minggu lalu Lalu  Apa kau akan menunggu Sampai aku benar benar selesai Dengan banyaknya kata Yang mungkin kau rangkai Menjadi bagian bagian utuh dan penuh Menjadi bagian yang teruraikan Dalam kebulatan

Lima Puluh Empat

Ada kalanya malam bersemi Tak satupun cahaya bintang ditemui diantara waktu manusia terlelap dan membelah sunyi Hanya hitam pekat yang kudapat Tampak tak ada tanda tanda pun darinya Suara dan kata yang melebur pada dentingan waktu Menyembunyikan seribu bahasa yang tampak nyata Namun bergaris semu Lalu aku mendapati pikir yang lalu lalang Berputar di atas kepala ini tanpa berbayang atau bersuara Hanya ada suara yang tak bermuara Perlahan yang tenggelam pada malam malam yang kian terlewati Aku sempat menuliskan sesuatu yang aku sebut guratan yang tertatan pada helaian kata yang kudapati tadi Entah apapun yang orang simpulkan Dan yang aku bingungkan manakala satu simpul yang tumpul dan berada pada alasnya Aku selesai Dan kau dapat temukan aku di halaman lima puluh empat Hendak pabila kau menyempatkan membaca buku bersampul coklat muda yang ku sempat selipkan pada tasmu

Cerita Tentang Hujan dan Manusia

Lalu hujanpun datang Menyelinap melewati celah jendela dan ventilasi udara Menyapa apa kabar kamu Pada setiap sore dengan dinginnya yang membujur kaku Bersama gemetar pada setiap hembusan nafas yang melampaui jauh punggungmu Cerita tentang hujan Adalah satu rangka cerita yang kadang mungkin tercela Ada manusia yang tunggang langgang Tatkala ia datang menyapa di waktu kerjanya Seolah enggan bertegur sapa melihat rupanya yang tak berwarna Ada manusia sejumlah yang menggerutu Hadirnya yang kadang tak disangka Meruntuhkan sejumlah rencana Karna mereka tak mau peluh dan basah di akhir cerita Cerita tentang hujan Akan mungkin berujung pada segurat garis pena Bagi sebagian manusia dengan pikir dan logikanya Apa yang kau temui kala hujan menyapa Adapula yang kadang merasa Hadirnya membawakan semacam aroma Yang tak dapat dihirup untuk sebagian kecil lainnya Cerita tentang hujan Bukan hanya sebatas langit membasahi bumi Dengan ribua...

Belum Selesai

Ada yang tertanam dekat pada uraian makna yang jauh Ada makna jauh yang jauh terbenam bersama kata Ada kata yang terpenggal dan disebutnya rindu Ada rindu yang hanya mengapung Mengeras, menguap sampai ia terurai oleh hujan Manusia berlarian mencari jawaban yang sepadan Seakan garis hidupnya tergerus bersama arus filosofis Dan kata, ia yang akan selalu menghidupi Meski rangkanya tak pernah sama dan berjalan dinamis Setiap kali, manusia selalu menyebut dirinya lebih keras Jika dibandingkan hal lainnya Meski pada kesempatan lainnya Hanya merunduk tanpa kata Tertegun dan menelan rasa yang telah pait ditelannya Sisakan jiwa pada sesaknya kota Sejauh kesempatan mentari bertransformasi Menjadi kilauan cahaya yang berbeda Yang acapkali kita puja dan dikenang dalam senja

Berkontemplasi

Termenung menyendiri Pada satu bayang yang ditelusuri garis dan simponi dalam raut yang pekat Diam dan berdiri Sampai pada satu imaji yang selalu kembali pada putaran waktu yang berbeda Aku yang tertidur pada siang Yang terlelap tanpa bayang Lalu hujan datang menyapa Dihiraukannya angin yang tlah lama berlalu mengetuk pintu Hujan membawa ia pergi dari pikirnya Carut dan kalut berada dalam satu posisi Lantas sedikit menyisakan pikir Pabila siang hujan datang beriringan Aku yang tertegun Tersisa bingung yang terbawa dari tidur Berusaha pergi setelah lama menyelami waktu Yang masuk jauh ke dalam Hingga kembali tanpa apa apa

Tentang Senja

Kadang senja adalah tempat berkontempolasi Yang acapkali dirundung sendu Bagi para sebagian manusia Yang ingin menghilang dalam pikirnya Senja kadang penuh dengan sesak bersama terik ia berbayang pada putaran yang mengulang dan menghilang dan senja kadang beranjak sepi bersama secangkir kopi kala manusia menyendiri dan tengah berkecil dari sebagian hati Senja yang kadang tak ayal berubah menjadi kelabu Diratapinya langit abu dan berlinang rintikan hujan Yang turut berduka Menggenang rasa yang berwarna Senja kadang tak tahu Apa rasa yang kau rasa Dan adakah jiwa membayang Sebut saja kau barisan rindu menyeka diantara raut tatap yang lama tak ditemui senja Dan tenggelam ia bersama langit malam

Tak Kutemukan Kau

Jalanku bukan pada riwayat pencarianmu Setelah kembali memutar pikir dan rangkanya Menapaki setelahnya puluhan jalur baru yang tak diketahui tujuannya Kataku tidak kutemukan pada semua kalimatmu Setelah kubaca berulang dan menuntaskannya Tuk kesekian kali Tak terselipkan satu diksipun atas nama serupa Dari nama yang slalu kucari Pikirku selalu kembali Terbawa pada satu imaji Dari arah yang kutemukan dan kucari dalam setiap catatan yang kutuliskan pada secarik kertas saja Hanya memang mungkin sudah terlalu banyak guratan yang berulang Sampai kini aku tak berujung kembali pada pangkal cerita Aku hanyalah aku Yang tak bisa memaksa alur menjadi terkendali Lantas biarkan alam bergerak semestinya berjalan pada putaran rodanya Seperti cerita hujan yang semakin deras Saat kau tak keluhkan Rintiknya terdengar merdu bukan

Kau adalah cerita di minggu lalu

Kau adalah pagi Bersamamu perlahan mendung datang Mengajak angin hilir mudik Menyapa rindangnya daun dan menyapunya Kau adalah hujan Rintiknya datang seolah mewakili sendu Hingga mengikis ribuan tangis yang mengukir Kau adalah waktu Mengukir dan menghempaskan rasa yang hilang Riang, sendu dan semua yang berjalan Kini aku dan malam yang tahu Cerita selepas hujan Saat langit sore tenggelam berganti malam Tidak ada sepenggal katapun yang menyapa Kau adalah cerita di minggu lalu

Hi, Jakarta

Aku masih harus bertanya Disematkannya kata yang diakhiri dengan salah satu tanda baca Yang mengkonotasikan nada tinggi dengan ujung tanda tanya Atau memang aku punya banyak pertanyaan Hi udara, hi kota, hi manusia Tak mungkin logika mengalahkan rasa yang berbayang Mereka hanya semu dengan tiap tiap nama besarnya Lalu bagaimana dengan tanya?  Berkecap, berdecak tanpa irama Aku melayang di udara Sampai ragu melambung dengan sendirinya Membawa irama tertelan ramahnya ibu kota Hi Jakarta, aku  kembali Tidak tuk mengulang cerita yang pernah kau antarkan seperti sebelumnya Walau selalu tertumpuk ada yang pincang bersama bayang Kini semuanya kembali dengan tanya Bersama hujan dan novel yang kubaca Kurangkaikan kata demi kata Lalu aku mengulang tanya Mencari yang pernah kusebutkan perjalanan rasa Secangkir teh panas perlahan menelan kata Mengalahkan setiap ribuan rintiknya hujan yang membawa ...

Suara

Angin berhelaian Datang dari aksa dan menyapa Logika terpecahkan warna Bersama basahnya daratan dirundung kata Soreku itu hujan Yang datang membasuh tanah kering Rintiknya lembut dan menggulung havana Bersamanya menemui cerita  mengudara Dan lagi bersua dengan malam Berdenting jarum jam berputar pada muara Mememecah hening dibalik riuhnya udara Dan kemilau cahaya lampu kota Apa lagi yang kau dengar? Lalu apalagi yang kau rasa? Pada pergantian yang selalu berubah ubah Kadang sama dan tidak pada porosnya

Dan Kini Dan Masih

Masih bersama angan Menantikan sesuatu  yang lebih indah dari harapan Rintik hujan datang perlahan Beraharap datangnya membawa ragu menjauh berlawanan Bukan iri atau dengki yang menggundahkan Hanya saja setiap yang datang Selalu bernafaskan hembusan yang sama Berdetak melampaui irama yang semestinya ditentukan Apa kabar rindu? Masihkah menajdi dingin yang menyelinap pada setiap pintu dan jendela kamar Serta berbisik Bahwa kau angin malam Yang datang mengentuk Membawa dingin dan sunyi Kini kau adalah kaku Tak tertunduk Dan tak menoleh Berharap satu tangan menepuk pundak Menyapa diantara jemari yang hangat dan raut senyum dari bibir merah kecil itu

Ada Jeda Diantara Detik

Ada jeda diantara detik Masa waktu yang tidak banyak diketahui Apa sebenarnya jeda itu Sedikit tidak lebih lama Tapi ia juga sedikit tak lebih cepat dari masa yang berlalu Ada jeda diantara detik Mungkin masa itu pula Adalah hal yang paling menarik Dan mungkin bisa jadi sebaliknya Serasa membayangkan pikir dan tatapan semu Menyongsong setiap simetris dan linear garis lurus Yang tak berujung Ada jeda diantara detik Pula ada kata yang menusuk Tak ayal banyak juga kata yang melambung dan mengudara Menyelesaikan setiap pesannya Menerpa angin Sampai tiba ia pada tuannya Ada jeda diantara detik Ada juga yang masih sembunyi Pada ulasan yang tertanam Diantara romansa picisan

Selamat Pagi

Dan kini ku berdiri diantara pagi Menyambut hangatnya pelita Yang di dalamnya menggenlintirkan cahaya malam Hitam, abu dan perlahan membiru Dengan nampak jiga pada khasnya yang membentang Kali ini pukul enam pagi Tidak ada yang spesial kurasa Hanya pagi yang biasa dan sederhana Namun bagiku, pagi adalah suatu anugrah Meskipun caranya nampak sama saja Selalu membuatku terkesima Dan Selalu ada senyum Mungkin karena melihat awan Yang bergerumul bersama Lalu hilang tak karuan Ditempa angin yang datang Lalu acapkali aku melewati tiap masa Kucari   kertas dan pena favoritku Mencoba membagikan rasa Melalui rangkaian kata