Hari ini aku patut untuk bersyukur
kepada-Nya, selain hujan yang terus mengguyur semenjak sore tadi dan karenanya
aku bisa selalu berdoa, mendambakan sesuatu hal yang kunantikan. Aku tersenyum
sepanjang malam, terutama saat perjalananku menuju rumah. Entah untuk alasan
apapun aku dibuat tersenyum saat ini, terima kasih semesta.
Berbeda rasanya dengan kemarin, kala
pikiranku tak tersusun rapi pula tak menentu. Aku tersadar, terkadang aku bisa
terbang sejauh mungkin atau justru tenggelam sampai ke dasar. Ya, mood-ku selalu
berubah-ubah dengan alasan berbeda dan
memiliki caranya tersendiri
Tapi sampai sejauh ini ada beberapa hal
yang tak pernah mengubah prinsipku secara mendasar, beberapa termasuk salamku
pada langkah bersama yang terhalang beribu-ribu benteng yang kadang aku tak
tahu apa namanya benteng itu. Hanya saja selalu berjarak antara semuanya,
terutama tentang perasaanmu padaku. Maaf, mungkin aku yang masih belum bisa
mengalah.
Minggu lalu aku lupa, menyelipkan namamu
pada setiap doa selepas shalatku. Biasanya ritualku diakhiri dengan
menyebutkanmu. Tetapi pada semua rangkaian disetiap harinya, aku mendadak lupa
tak menyelipkan susunan huruf itu. Aku tersadar mungkin, doaku sedikit
tergeser. Tapi bukan pada tujuan lain, selain ada selipan namamu. Melainkan
keperluan lain yang aku rasa itu sedikit bisa menggeser keperluanku tentang
hanya selain kamu.
Aku minta maaf. Maaf yang sebenarnya tidak
ingin aku sampaikan secara langsung. Tampak aku tersadar jelas, bila aku
melakukannya pasti kau takan pernah mau tuk membalas whatsapp-ku itu. Atau mencari alasan lain, saat aku bertanya untuk
mencari rindu dibalik suaramu. Tidak, kata rindu terlalu keras untuk aku
sampaikan. Perasaanku hanya berbatas, sewajarnya aku berterima dengan situasi
yang aku anggap kau mengaturnya. Aku baik-baik saja dengan itu. Aku hanya ingin
meminta maaf saja untuk sedikit melupakanmu pada doaku minggu lalu.
Dan aku teringat, setiap kali angka
belasan muncul di salahsatu sudut di ruang otak ini. Ini desember, dan kau
berulang tahun pada salahsatu tanggal belasan itu. Lagi, aku takan menyampaikan
ucapan selamat secara langsung atau mencoba untuk menyapa pada ruang interaksi
media. Diamku lebih baik, hanya aku yang tahu, tanpa ada yang menyadari bahwa
aku sedikit berpura-pura.
Aku tidak menaruh dendam, dendam yang
berawal karena kaupun mungkin tidak selalu ingat kapan aku berulang tahun. Atau
untuk sekadar mengucapkan langsungpun terakhir kali aku lupa kapan itu. Aku
tidak peduli tentang ulang tahunku, tidak penting kau mau tidak sampaikan
apapun. Tak peduli. Tapi, aku selalu punya tapi. Saat percakapan terakhir kita
di hari sabtu, aku selalu yakin bahwa kamupun melakukan hal yang sama. Kita
berinteraksi dan mencoba mengikatkan koneksi satu sama lain dengan cara yang
lebih elegan. Aku selalu percaya, hingga di banyak waktu mustajab berdoa aku
selalu ingat, untuk tidak melupakannmu.
Kommentare
Kommentar veröffentlichen